Makalah perkembangan NPS dalam sistem pemerintahan terlengkap



        MAKALAH
  PERKEMBANGAN NPS DALAM            SISTEM PEMERINTAHAN

 

DOSEN PENGAMPU :
          MOCHAMMAD MAKMUR, DR, Drs., M.S.


      DISUSUN OLEH :
RIFKY TADAYYAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI
2015/2016




 
DAFTAR ISI

Kata Pengantar...................................................................................................................... 

BAB I PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang............................................................................................................... 
1.2  Rumusan Masalah......................................................................................................... 
1.3  Tujuan............................................................................................................................ 

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Paradigma new public service dan governance............................................................. 
2.2 Prinsip-prinsip atau asumsi dasar.................................................................................. 

BAB III PENUTUP
3.1Kesimpulan.................................................................................................................. 
Daftar Pustaka................................................................................................................... 









KATA PENGANTAR

     Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNYA sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai . Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.

      Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.

      Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman, Kami yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
                                                                                      


Malang, 22 Desember 2015

                                                                                    
           penyusun






BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG
Sistem administrasi publik di Negara Kesatuan Republik Indonesiamengenal tigatingkatan pemerintahan, yakni pemerintahan pusat, pemerintahan propinsi, dan pemerintahan kabupaten atau kota. Secara resmi tidak terdapat tingkatan pemerintahan diluar hal tersebut. Dengan demikian, semua urusan pemerintahan dibagi habis dalam tiga tingkatan pemerintahan tersebut. Namun demikian masih terdapat satu jenis pemerintahan lain yang memperoleh tempat khusus baik dalam peraturan perundang-undangan maupun dalam kajian administrasi publik. Jenis pemerintahan tersebut adalah pemerintahan local  yang dimanifestasikan baik dalam bentuk pemerintahan kelurahan maupun desa. Penyelenggaraan administrasi publik di berbagai tingkatan pemerintahan ini pada dasarnya tidak terlepas dari perkembangan pemikiran administrasi publik. Tulisan ini bertujuan untuk membahas perkembangan pemikiran mutakhir tentang administrasi publik dan berusaha meletakkannya dalam jenis pemerintahan sub-regional yang cukup strategis, yakni pemerintahan lokal.
Kajian dan praktek administrasi public di berbagai negara terus berkembang. Berbagai perubahan terjadi seiring dengan berkembangnya kompleksitas persoalan yang dihadapi oleh administrator publik. Kompleksitas ini di tanggapi oleh para teoritis dengan terus mengembangkan ilmu administrasi publik. Denhardt & Denhardt mengungkapkan bahwa terdapat tiga perspektif dalam administrasi publik. Perspektif tersebut adalah old public administration,new public management, dan new public service. Perspektif new public service mengawali pandangannya dari pengakuan atas warga negara dan posisinya yang sangat penting bagi kepemerintahan demokratis. Jati diri warga negara tidak hanya dipandang sebagai semata persoalan kepentingan pribadi (self interest ) namun juga melibatkan nilai, kepercayaan, dan kepedulian terhadap orang lain. Warga negara diposisikan sebagai pemilik pemerintahan (Owners of ganovernment) dan mampu bertindak secara bersama-sama mencapai sesuatu yang lebih baik. Kepentingan publik tidak lagi dipandang sebagai agregasi kepentingan pribadi melainkan sebagai hasil dialog dan keterlibatan public dalam mencari nilai bersama dan kepentingan bersama. Perspektif new public service menghendaki peran administrator public untuk melibatkan masyarakat dalam pemerintahan dan bertugas untuk melayani masyarakat.

1.2 RUMUSAN MASALAH
A.    Bagaimana pengaruh paradigma nps dan governance?
B.     Bagaimana bentuk prinsip-prinsip nps ?
C.     Apa fungsi otokritik terhadap nps?
           




I.3 TUJUAN
A.    Untuk mengetahui pengaruh paradigma nps dan governance
B.     Untuk mengetahui bentuk prinsip nps
C.     Untuk mengetahui fungsi otkritik terhadap nps












































BAB II
PEMBAHASAN

           Akar dari NPS dapat ditelusuri dari berbagai ide tentang demokrasi yang pernah dikemukakan oleh Dimock, Dahl dan Waldo. NPS berakar dari beberapa teori, yang meliputi:
1.      Teori tentang demokrasi kewarganegaraan; perlunya pelibatanwarganegara dalam pengambilan kebijakan dan pentingnya deliberasiuntuk membangun solidaritas dan komitmen guna menghindari konflik.
2.      Model komunitas dan masyarakat sipil; akomodatif terhadap peran masyarakat sipil dengan membangun social trust, kohesi sosial dan jaringan sosial dalam tata pemerintahan yang demokratis.
3.      Teori organisasi humanis dan administrasi negara baru; administrasi negara harus focus pada organisasi yang menghargai nilai-nilai kemanusiaan (human beings ) dan respon terhadap nilai-nilai kemanusiaan keadilan dan isu-isu sosial lainnya.
4.      Administrasi negara post modern; mengutamakan dialog (dirkursus) terhadap teori dalam memecahkan persoalan publik daripada menggunakan one best way perspective
. 
Dilihat dari teori yang mendasari munculnya NPS, nampak bahwa NPS mencoba mengartikulasikan berbagi teori dalam menganalisis persoalan-persoalan publik. Oleh karena itu, dilihat dari berbagai aspek, menurut Denhardt dan Denhardt paradigma NPS memiliki perbedaan karakteristik dengan OPA dan NPM.

Tabel 1. Diferensiasi OPA, NPM dan NPS.
Aspek
Old Public Administration
New Public Management
New Public Service
Dasar teoritis dan fondasi epistimologi
Teori politik
Teori ekonomi
Teori demokrasi
Rasionalitas dan model perilaku manusia
Rasionalitas Synoptic (administrative man)
Teknis dan rasionalitas ekonomi (economic man)
Rasionalitas strategis atau rasionalitas formal (politik, ekonomi dan organisasi)
Konsep kepentingan publik
Kepentingan publik secara politis dijelaskan dan diekspresikan dalam aturan hukum
Kepentingan publik mewakili agregasi kepentingan individu
Kepentingan publik adalah hasil dialog berbagai nilai
Responsivitas birokrasi publik
Client dan constituent
Customer
Citizen’s
Peran pemerintah
Rowing
Steering
Serving
Pencapaian tujuan
Badan pemerintah
Organisasi privat dan nonprofit
Koalisi antarorganisasi publik, nonprofit dan privat
Akuntabilitas
Hierarki administratif dengan jenjang yang tegas
Bekerja sesuai dengan kehendak pasar (keinginan pelanggan)
Multiaspek: akuntabilitas hukum, nilai-nilai, komunitas, norma politik, standar profesional
Diskresi administrasi
Diskresi terbatas
Diskresi diberikan secara luas
Diskresi dibutuhkan tetapi dibatasi dan bertanggung-jawab
Struktur organisasi
Birokratik yang ditandai dengan otoritas top-down
Desentralisasi organisasi dengan kontrol utama berada pada para agen
Struktur kolaboratif dengan kepemilikan yang berbagi secara internal dan eksternal
Asumsi terhadap motivasi pegawai dan administrator
Gaji dan keuntungan, proteksi
Semangat enterpreneur
Pelayanan publik dengan keinginan melayani masyarakat

2.1 Paradigma New Public Service dan Governance
    Paradigma New Public Service (NPS) merupakan konsep yang dimunculkan melalui tulisan Janet V.Dernhart dan Robert B.Dernhart berjudul “ The New Public Service : Serving, not Steering  ” terbit tahun 2003.Paradigma NPS dimaksudkan untuk meng” counter  ” paradigma administrasi yang menjadi arus utama (mainstream) saat ini yakni paradigma New Public Management yang berprinsip run government like a businesss”atau “ market as solution to the ills in public sector ”.
    Gagasan Denhardt & Denhardt tentang Pelayanan Publik Baru (PPB) menegaskan bahwa pemerintah seharusnya tidak dijalankan seperti layaknya sebuah perusahaan tetapi melayani masyarakat secara demo kratis, adil, merata, tidak diskriminatif, jujur dan akuntabel. Karena bagi paradigma ini; (1) nilai-nilaidemokrasi, kewarganegaraan dan kepentingan publik adalah merupakan landasan utama dalam proses penyelenggaraan pemerintahan; (2) nilai-nilai tersebut memberi energi kepada pegawai pemerintah atau pelayan publik dalam memberikan pelayanannya kepada publik secara lebih adil, merata, jujur, dan bertanggungjawab. Oleh karenanya pegawai pemerintah atau aparat birokrat harus senantiasa melakukan rekonstruksi dan membangun jejaring yang erat dengan masyarakat atau warganya.
      Pemerintah perlu mengubah pendekatan kepada masyarakat dari suka memberi perintah dan mengajari masyarakat menjadi mau mendengarkan apa yang menjadi keinginan dan kebutuhan masyarakat, bahkan dari suka mengarahkan dan memaksa masyarakat menjadi mau merespon dan melayani apa yang menjadi kepentingan dan harapan masyarakat karena dalam paradigma the new public service dengan menggunakan teori demokrasi ini beranggapan bahwa tugas-tugas pemerintah untuk memberdayakan rakyat dan mempertanggungjawabkan kinerjanya kepada rakyat pula. Hal ini dimaksudkan bahwa para penyelenggara negara harus mendengar kebutuhan dan kemauan warga negara (citizens). Pelayanan publik yang di praktekkan dengan situasi yang kreatif, dimana warga negara dan pejabat publik dapat bekerja sama mempertimbangkan tentang penentuan dan implementasi dari birokrasi publik, yang berorientasi pada ”aktivitas administrasi dan aktivitas warga negara”.
     Untuk meningkatkan suatu pelayanan publik yang demokratis, maka pilihan terhadap “the New Public Service (NPS)” dapat menjanjikansuatu perubahan realitas dan kondisi birokrasi pemerintahan. Aplikasi dari konsep ini agak menantang dan membutuhkan keberanian bagi aparatur pemerintahan dalam penyelenggaraan pelayanan publik, karena mengorbankan waktu, tenaga untuk mempengaruhi semua sistem yang berlaku. Alternatif yang ditawarkan adalah pemerintah harus mendengar suara publik dalam berpartisipasi bagi pengelolaantata pemerintahan. Memang tidak gampang meninggalkan kebiasaan memerintah atau mengatur pada konsep administrasi lama, dari pada mengarahkan, menghargai pendapat sebagaimana yang disarankan konsep NPS.                       
     Menurut paradigma NPS, menjalankan administrasi pemerintahan tidaklah sama dengan organisasi bisnis. Administrasi negara harus digerakkan sebagaimana menggerakkan pemerintahan yang demokratis. Misi organisasi publik tidak sekedar memuaskan pengguna jasa (customer) tapi juga menyediakan pelayanan barang dan jasa sebagai pemenuhan hak dan kewajiban publik.
     Paradigma NPS memperlakukan publik pengguna layanan publik sebagai warga negara (citizen) bukan sebagai pelanggan (customer ). Administrasi negara tidak sekedar bagaimana memuaskan pelanggan tapi juga bagaimana memberikan hak warga negara dalam mendapatkan pelayanan publik. Paradigma NPS memandang penting keterlibatan banyak aktor dalam penyelenggaraan urusan publik. Dalam administrasi publik apa yang dimaksud dengan kepentingan public dan bagaimana kepentingan publik diwujudkan tidak hanya tergantung pada lembaga negara. Kepentingan publik harus dirumuskan dan diimplementasikan oleh semua aktor baik negara, bisnis, maupun masyarakat sipil. Pandangan semacam ini yang menjadikan paradigma NPS disebut juga sebagai paradigma
Governance. Teori Governance berpandangan bahwa negara atau pemerintah diera global tidak lagi diyakini sebagai satu-satunya institusi atau aktor yang mampu secara efisien, ekonomis dan adil menyediakan berbagai bentuk pelayanan publik sehingga paradigma Governance memandang penting kemitraan (partnership) dan jaringan (networking) antar banyak stakeholders dalam penyelenggaraan urusan publik.

2.2 Prinsip-prinsip atau asumsi dasar
The New Public Service 
1.      Melayani Warga Negara, bukan customer (Serve Citizens, NotCustomers)
Tiap-tiap paradigma mempunyai pandangan berbeda terhadap publik yang dilayaninya. Old Public Administration melihat publik sebagai “ client ‟. Client mempunyai arti “a party for which professional services are tended” . Kata “client‟ berasal dari bahasa Latin yang berarti dependent atau follower.Dari pengertian ini, publik sebagai client adalah pihak yang tergantung, pihak yang membutuhkan pelayanan. Pemerintah berperan sebagai pihak yang berupayamemenuhi apa yang dibutuhkan publik melalui administrasi publik.
        Dalam New Public Management,masyarakat pengguna jasa publik disamakan dengan “ customer  ‟ sebagaimana istilah dunia bisnis untuk menyebut pengguna produknya. Customer adalah konsep dalam teori ekonomi liberal yang memahami manusia sebagai “economic man‟ (makhluk ekonomi) yang tindakannya dimotivasi oleh dorongan untuk memaksimalkan pemenuhan kebutuhan materialnya. Manusia dilihat sebagai individu yang dapat mengambil keputusan secara otonom dan suka rela. New Public Management berpendapat pemerintahan yang digerakkan oleh customer-drivenmenekankan akuntabilitas, inovasi, pilihan pada pelayanan, dan pengurangan pemborosan, karena itu lebih unggul dibanding pemerintahan birokratis. Tujuan utama administrasi public adalah memberikan pelayanan dengan kualitas terbaik sehingga memuaskan customer sebagaimana dunia bisnis.
        New Public Service memandang publik sebagaicitizen‟ atau warga negara yang mempunyai hak dan kewajiban publik yang sama. Tidak hanya sebagai customer yang dilihat dari kemampuannya membeli atau membayar produk atau jasa. Citizen adalah penerima dan pengguna pelayanan publik yang disediakan pemerintah dan sekaligus juga subyek dari berbagai kewajiban public seperti mematuhi peraturan perundang-undangan, membayar pajak , membela Negara, dan sebagainya. New Public Service melihat publik sebagai warga negara yang mempunyai hak dan kewajiban dalam komunitas yang lebih luas. Adanya unsur paksaan dalam mematuhi kewajiban publik menjadikan relasi Negara dan publik tidak bersifat sukarela. Karena itu, abdi negara tidak hanya responsif terhadapcustomer‟ , tapi juga fokus pada pemenuhan hak-hak publik serta upaya membangun hubungan kepercayaan (trust) dan kolaborasi dengan warga negara.

2.      Mengutamakan Kepentingan Publik (Seeks the Public Interest)
Administrator publik berperan dalam membangun nilai kolektif dan kebersamaan dalam kepentingan publik. Tujuannya tidak untuk menemukan solusi berdasarkan pada pilihan individu, tapi merupakan hasil kepentingan bersama dan berbagi tanggungjawab.
 Menurut paradigm Administrasi Negara lama, yang memisahkan antara politik dan administrasi, perumusan kepentingan publik sepenuhnya menjadi monopoli wakil rakyat atau pemimpin politik. Administrator public atau birokrat hanyalah implementor kepentingan publik yang terumuskan dalam kebijakan publik. Fungsi administrasi publik terbatas pada fungsi administratif atau melaksanakan kebijakan yang telah ditetapkan pejabat politik seefisien dan seefektif mungkin.
 New Public Management melihat publik sebagai terdiri dari individu-individu yang dapat membuat keputusan berdasarkan kepentingan pribadinya. Pilihan atau keinginan individu lebih utama dibanding pilihan atau keinginan kolekstif. Karena itu tanggung jawab administrasi berkenaan dengan kepentingan publik menjadi tidak relevan dalam New Public Management. Menurut paradigmayang terinspirasi oleh teori pilihan publik ini, “public interest”
Sebagai konsep atau suatu yang ideal menjadi tidak bermakna, karena dalam ranah pasar, pilihan individu lebih utama dari pada tindakan kolektif yang berlandaskan nilai-nilai bersama. Asumsi bahwa kepentingan pribadi merupakan basis paling tepat bagi pengambilan keputusan membuat kepentingan publik menjadi tidak relevan dantidak mungkin untuk dirumuskan.
            New Public Service berpandangan aparatur Negara bukan aktor utama dalam merumuskan apa yang menjadi kepentingan publik. Administrator publik adalah aktor penting dalam sistem kepemerintahan yang lebih luas yang terdiri dari warga Negara(citizen), kelompok, wakil rakyat, dan lembaga-lembaga lainnya. Administrator negara mempunyai peran membantu warga negara mengartikulasikan kepentingan publik. Warga negara diberi suatu pilihan di setiap tahapan proses kepemerintahan, bukan hanya dilibatkan pada saat pemilihan umum. Administrator publik berkewajiban memfasilitasi forum bagi terjadinya dialog publik. Argumen ini berpengaruh terhadap peran dan tanggung jawab administrasi publik yang tidak hanya berorientasi pada pencapaian tujuan-tujuan ekonomis tapi juga nilai-nilai yang menjadi manifestasi kepentingan publikseperti kejujuran, keadilan, kemanusiaan, dan sebagainya.

3.      Kewarganegaraan lebih berharga daripada Kewirausahaan (ValueCitizenship over Entrepreneurship)
 New Public Service memandang keterlibatan citizen dalam proses administrasi dan pemerintahan lebih penting ketimbang pemerintahan yang digerakkan oleh semangat wirausaha. New Public Service  berargumen kepentingan publik akan lebih baik bila dirumuskan dan dikembangkan oleh aparatur Negara bersama-sama dengan warga negara yang punya komitmen untuk memberi sumbangan berarti pada kehidupan bersama dari pada oleh manajer berjiwa wirausaha yang bertindak seolah uang dan kekayaan publik itu milik mereka.
Prinsip ini berimplikasi pada peran pemerintah dan relasinya dengan masyarakat. Peran pemerintah di masa lalu lebih bersifat mengarahkan masyarakat melalui fungsi-fungsi yang bersifat langsung dan pengendalian seperti fungsi pengaturan atau regulasi, pemberian layanan, menetapkan aturan dan insentif. Kehidupan masyarakat modern yang makin kompleks menuntut peran pemerintah bergeser dari fungsicontrolling ke agenda setting, fasilitasi, negosiasi atau “brokering” solusi untuk memecahkan problem-problem publik (seringkali dengan melibatkan koalisi badan–badan pemerintah, privat dan nonprofit). Untuk itu, administrator publik tidak cukup hanya menguasai keahlian kontrol manajemen tapi juga keahlian bernegosiasi dan resolusi konflik. 

4.      Berpikir Strategis, Bertindak Demokratis (Think Strategically, ActDemocratically)
Ide utama prinsip ini adalah bahwa kebijakan dan program untuk menjawab kebutuhan publik akan dapat efektif dan responsif apabila dikelola melalui usaha kolektif dan proses kolaboratif. Prinsip ini berkaitan dengan bagaimana administrasi publik menerjemahkan atau mengimplementasikan kebijakan publik sebagai manifestasi dari kepentingan publik.
Model implementasi kebijakan dalam paradigma administrasi publik lama bersifat top-down, hirarkis, dan satu pengarahan/komando(unidirectional). Karena pengaruh manajemen ilmiah dan organisasi formal (birokrasi), maka fokus implementasi pada pengendalian perilaku agar sesuai dengan aturan atau standard kebijakan atau program.
Fokus utama implementasi dalam New Public Service pada keterlibatan citizen dan pembangunan komunitas (community building). Keterlibatan citizen dilihat sebagai bagian yang harus ada dalam implementasi kebijakan dalam system demokrasi. Keterlibatan disini mencakup keseluruhan tahapan perumusan dan proses implementasi kebijakan. Melalui proses ini, warga Negara merasa terlibat dalam proses kepemerintahan bukan hanya menuntut pemerintah untuk memuaskan kepentingannya. Organisasi menjadi ruang publik dimana manusia (citizen dan administrator) dengan perspektif yang berbeda bertindak bersamademi kebaikan publik. Interaksi dan keterlibatan dengan warga Negara ini yangmemberi tujuan dan makna pada pelayanan publik.

5.      Tahu kalau Akuntabilitas Bukan Hal Sederhana (Recognize thataccountability is not Simple).
Aparatur publik harus tidak hanya mengutamakan kepentingan pasar, merekaharus juga mengutamakan ketaatan pada konstitusi, hukum, nilai masyarakat, nilai politik, standard profesional, dan kepentingan warga negara.
Pertanggungjawaban administrasi publik dalam Administrasi Negara Lama bersifat hirarkis dan legal. Administrator tidak boleh banyak melakukan diskresi. Mereka hanya melaksanakan kebijakan, aturan atau petunjuk yang telah digariskan atasan atau pejabat yang dipilih secara politis. Karena akuntabilitas dimaksudkan untuk menjamin bahwa administrator mematuhi standard dan peraturan/prosedur pelaksanaan. Hal ini sesuai dengan prinsip Dikotomi Politik dan Administrasi.
DalamNew Public Management, publik dianalogkan dengan pasar yang terdiri dari individu-individu yang disebut customer. Administrasi publik tidak bertanggung jawab, baik secara langsung atau tidak langsung, kepada warga Negara atau ke publik, tapi lebih bertanggung jawab kepada “customer‟nya dengan cara memberikan pelayanan publik yang memuaskan.
Menurut New Public Service, efisiensi, efektivitas dan kepuasan customer penting, tapi administrasi publik juga harus mempertanggungjawabkan kinerja dari sisi etika, prinsip demokrasi, dan kepentingan publik. Administrator publik bukan wirausaha atas bisnisnya sendiri dimana konsekuensi ataupun kegagalanakibat keputusan yang diambilnya akan ditanggungnya sendiri. Resiko atas kegagalan suatu implementasi kebijakan publik akan ditanggung semua warga masyarakat. Karena itu akuntabilitas administrasi publik bersifat komplek dan Multifacet atau banyak dimensi seperti pertanggungjawaban profesional, legal, politis dan demokratis.

6.      Melayani Ketimbang Mengarahkan (Serve Rather than Steer)
Aparatur publik dituntut menerapkan kepemimpinan yang berlandaskan nilaikebersamaan dalam membantu warga negara mengartikulasikan dan memenuhi kepentingan bersama bukan sekedar mengendalikan atau mengarahkan masyarakat menuju arah/tujuan baru.
Prinsip ini berkenaan dengan peran atau kepemimpinan manajer di organisasis ektor publik. Organisasi publik dalam paradigma Administrasi Negara Lama mengikuti model birokrasi dengan struktur lini atau scalar (jalur komando). Peran pimpinan adalah mengarahkan(steering) atau mengawasi (controlling) perilakubawahan agar bertindak kearah pencapaian tujuan organisasi dengan prinsip “unity of command‟ (kesatuan perintah) , pembagian tugas dan pelimpahan wewenangsecara hirarkis.
New Public Management menyarankan agar pemerintah tidak berperan langsung dalam pelayanan publik. Peran Negara dibatasi di dalam merumuskan dan menetapkan kebijakan, menyediakan dana bagi badan-badan pelaksana (baik pemerintah maupun non pemerintah) serta mengevaluasi kerja. Karena itu peran birokrat hanya sebagai fasilitator yang memberikan motivasi dan insentif pada aktor-aktor pelayanan publik. Singkatnya New Public Management mengadopsi model kepemimpinan sector bisnis untuk mewujudkan birokrasi publik yang memuaskan kebutuhan customer.
Kepemimpinan dalam New Public Service terfokus pada energi manusia untukkemanfaatan kemanusiaan. Kepemimpinan sektor publik berlandaskan pada nilai disebut “moral atau transformational leadership‟, bukantransactional leadership‟. Kepemimpinan transaksional digerakkan atas dasar motif timbal balik atau saling menguntungkan antara pimpinan dan pengikut, atasan dan bawahan. Kepemimpinan moral atau transformasional adalah kepemimpinanyang mampu menjadi aspirasi dan keteladanan moral baik bagi pimpinan, bawahan, maupun publik secara keseluruhan. Kepemimpinan moral menghasilkan tindakan yang konsisten dengan kebutuhan, kepentingan, dan aspirasi pengikutmaupun tindakan-tindakan yang secara fundamental merubah moral dan kondisisosial. Pada akhirnya kepemimpinan ini mempunyai kapasitas untukmenggerakkan kelompok, organisasi, dan masyarakat menuju pencapaian tujuanyang lebih tinggi.
Kepemimpinan dalam New Public Service merupakanshared leadership‟ dimana kendali kepemimpinan tidak terpusat di tangan atasan tapi melibatkan banyak orang, banyak kelompok. Kedudukan pimpinan disini bukan sebagai pemilik tapi pelayan publik atau abdi masyarakat(servant, not owner).

7.      Menghargai Manusia, Bukan Sekedar Produktivitas (Value People, Not Just Productivity)
Organisasi publik dan jaringannya akan lebih berhasil dalam jangka panjang jika mereka beroperasi melalui proses kolaborasi dan kepemimpinan bersama berlandaskan penghormatan pada semua orang.
Administrasi Negara Lama memandang penting nilai ekonomi dan efisiensi. Asumsinya, orang tidak akan produktif dan mau bekerja keras jika tidak dipaks untuk berbuat demikian. Pekerja akan produktif hanya apabila mereka diiming-imingi insentif uang atau manajemen memberi hukuman bagi yang kinerjanya rendah. Jadi pendekatannya model paksaan dan ancaman atau manusia dipahami menurut asumsi Teori X dari Douglas Mcgregor.
Sedang New Public Management melihat manusia sebagai makhluk ekonomi yang tindakannya didorong oleh kebutuhan memenuhi kepentingan pribadinya. Pemahaman manusia dilandaskan pada teori public choice dan principal– agent. Dalam teori ini, relasi antara eksekutif dan pekerja bersifat kontraktual, jadi bersifat saling membutuhkan walaupun dengan kebutuhan dan motif yang berbeda. Karena itu, pekerja pada dasarnya akan produktif jika kebutuhan-kebutuhan pribadinya dipenuhi.
New Public Service tidak melihat manusia sebagai pemalas atau hanya mementingkan dirinya sendiri. Perilaku manusia juga didorong oleh factor martabat manusia (human dignity), rasa memiliki dan dimiliki (belongingness), perhatian pada orang lain, pelayanan, dan kepentingan publik. Karena itu ukuran kinerja pegawai tidak semata parameter ekonomi tapi juga nilai-nilai kejujuran, kesetaraan, responsivitas, pemberdayaan, dan sebagainya. Yang perlu disadari dalam kinerja pegawai negeri adalah kita tidak dapat mengharapkan pegawai negeri untuk memperlakukan masyarakat dengan hormat, jika mereka sendiri sebagai manusia tidak diperlakukan oleh pimpinannya sesuai dengan harkat kemanusiaannya.
Perspektif new public service juga memperoleh dukungan intelektual dari karya Box (1998) yang berjudul “citizen governance”. Karya ini sekaligus juga Menjelaskan bahwa gagasan dari perspektif ini juga telah merambah administrasi public pada tingkatanpemerintahan daerah. Box menyarankan bahwa pemerintahan daerah seyogyanya direstrukturisasi sehingga mampu meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam proses kepemerintahan. Box mengungkapkan bahwa terdapat empat prinsip yang dipergunakan untuk menjelaskan mengapa demokratisasi administrasi publik perlu dilakukan pada tingkatan pemerintahan daerah. Pertama adalahthe scale principle yang menjelaskan bahwa terdapat beberapa fungsi yang lebih tepat diatur dan diurus pada tingkatan pemerintah pusat dan terdapatbeberapa fungsi lain yang lebih tepat diatur dan diurus pada tingkatan pemerintahan daerah. Jika penyelenggaraan suatu fungsi ingin melibatkan partisipasi masyarakat yang lebih besar maka sebaiknya diberikan pada tingkatan pemerintahan daerah karena lebih memungkinkan masyarakat berpartisipasi lebih aktif dan efektif. Kedua adalahthe democracy principle yang menjelaskan bahwa pada dasarnya proses pemerintahan seharusnya melibatkan masyarakat. Prinsip menekankan perlunya pembahasan kebijakan dan pengambilan keputusan secara terbuka dan bebas.
Partisipasi masyarakatmerupakan kunci penyelenggaraan prinsip ini. Ketiga adalah the accountability principle yang menjelaskan bahwa pemerintahan pada dasarnya adalah milik masyarakat. Oleh karena itu, akuntabilitas publik berarti pertanggung jawaban kepada masyarakat sebagai pemilik pemerintahan. Untuk mencapaiakuntabilitas publik dibutuhkan keterlibatan masyarakat dalam proses kebijakan bersamadengan para wakilnya dan administrator publik. Akuntabilitas publik menuntut adanya keterkaitan langsung warga masyarakat dengan penyusunan dan pelaksanaan program-program publik.Keempat adalah The rationality principle yang menjelaskan bahwa proses partisipasi publik dalam pemerintahan daerah haruslah ditanggapi secara rasional. Pengertian rasional dalam hal ini lebihmengacu pada kesadaran dan pengakuan bahwa proses partisipasi membutuhkan waktu yang memadai, pemikiran yang cermat, kesempatan kepada masyarakatuntuk menyatakan pendapatnya, perlunya mendengar beragam pendapat yangmuncul serta penghargaan atas perbedaan pendapat. Berdasarkan seluruh uraian diatas, perspektif new public service membawa anginperubahan dalam administrasi publik. Perubahan ini pada dasarnya menyangkut perubahandalam caramemandang masyarakat dalam proses pemerintahan, perubahan dalam memandang apa yang dimaksud dengan kepentingan masyarakat, perubahandalam carabagaimana kepentingan tersebut diselenggarakan, dan perubahandalam bagaimana administrator publik menjalankan tugas memenuhi kepentingan publik. Perspektif ini mengedepankan posisi masyarakat sebagai warga negaradalam konteks penyelenggaraanpemerintahan. Perspektif ini membawa upaya demokratisasi administrasi publik. Pelayanan kepada masyarakat merupakan tugasutama bagi administrator publik sekaligus sebagai fasilitator bagi perumusan kepentingan publik dan partisipasi masyarakat dalampemerintahan. Perspektif ini juga mengakui bahkan menuntut adanya partisipasi masyarakat dalam berbagai jenjang pemerintahan, termasuk daerah. Dalampenyelenggaraan pemerintahan lokal, partisipasi masyarakat merupakan unsur penting dalam perspektif new public service, yang merupakan perspektif baru dalam administrasi publik.

C. Otokritik terhadap NPS
            NPS adalah cara pandang baru dalam administrasi negara yang mencobamenutupi (cover) kelemahan-kelemahan paradigma OPA dan NPM. Namundemkian, apakah NPS tidak memiliki kekurangan? Berikut ini akan diuraikan beberapa kritik terkait dengan beberapa kelemahan NPS.

1. Pendekatan politik dalam administrasi negara
            Secara epistimologis, NPS berakar dari filsafat politik tentang demokrasi. Denhardt dan Denhardt menspesifikasikkannya menjadi demokrasi kewargaaan. Demokrasi merupakan suatu paham pemerintahan yang berdasarkan pada aturan untuk mewujudkan kesejahteraan dan kebaikan bersama. Dalam konteks demokrasi kewargaan, demokrasi dalam hal ini dimaknai sebagai pemerintahan yang berorientasi pada kepentingan warga negara secara keseluruhan. Warga negara memiliki hak penuh memperoleh perhatian dari pemerintah dan warga negara berhak terlibat dalam setiap proses pemerintahan (politik dan pengambilan kebijakan).
Denhardt dan Denhardt berhasil mencari akar mengapa pemerintah harus melayani (serve) bukan mengarahkan (steer), mengapa pemerintah memberikan pelayanan kepada masyarakat sebagai warga negara (citizens) bukan sebagai pelanggan (customers), tetapi mereka lupa bahwa nalar politik telah masuk dalamupaya pencarianstate of the art administrasi negara pelayanan publik. Lebih jauh, Denhardt dan Denhardt telah terjerembab dalam pendulum administrasi negara sebagai ilmu politik (paradigma 3). Padahal, dengan merumuskan NPS sebagai antitesa terhadap NPM berarti mereka meyakini bahwa administrasi negara telah bergerak melewati paradigma 5.
Tidak ada yang salah ketika Denhardt dan Denhardt mencari akar ideologis paradigma NPS dari teori-teori politik karena administrasi negara sangat dipengaruhi oleh ilmu politik. Hanya saja nalar politik seperti ini harus diwaspadai sebagai upaya merewind administrasi negara sebagai ilmu politik. Semestinya Denhardt dan Denhardt dapat menggunakan nalar administrasi negara dalam mencari akar dan prinsip-prinsip NPS yang bisa dikonstatasikan dengan NPM. Misalnya, Denhardt dan Denhardt dapat meyakinkan orang lain bahwa pemerintah bertanggung-jawab melayani masyarakat sebagai warga negara karena pada awalnya warga negaralah yang mendirikan negara dan kemudian menjalankannya serta terikat dengan aturan-aturan negara. Oleh karena itu, secara etika dan moral warga negara adalah pemilik negara.

2. Standar ganda dalam mengkritik NPM
            NPS berusaha mengkritik NPM, tetapi tidak tegas karena kritikan terhadap NPS hanyalah kritik secara filosofis ideologis bukan kritik atas realitas pelaksanaan NPM yang gagal di banyak negara. NPM memang sukses diterapkan di Amerika Serikat, Kanada, Inggris, Selandia Baru dan beberapa negara majulainnya, tetapi bagaimana penerapannya di negara-negara berkembang? Kenyataannya, banyak negara berkembang, termasuk Indonesia dan negara miskin, seperti negara-negara di kawasan benua Afrika yang gagal menerapkan konsep NPM karena tidak sesuai dengan landasan ideologi, politik, ekonomi dan sosial-budaya negara yang bersangkutan. Akhirnya, negara tersebut tetap miskin dan tidak menunjukkan adanya tanda-tanda kemajuan.
Denhardt dan Denhardt mengkritik NPS sebagai konsep yang salah dalam memandang masyarakat yang dilayani. NPM memandang masyarakat yang dilayani sebagai customer, sedangkan NPS menganggap masyarakat yang dilayani
sebagai warga negara (citizens). Namun, Denhardt dan Denhardt lupa mencari akar ideologis, mengapa NPM memiliki perspektif demikian dalam memandang subjek pelayanan? mengapa NPM menawarkan “jurus” privatisasi, liberalisasi dan deregulasi untuk mendongkrak kinerja pemerintah? Tidak bisa dipungkiri bahwa NPM adalah anak ideologis neoliberalisme yang mencoba menerapkan mekanisme pasar dan berupaya secara sistematis mereduksi peran pemerintah, sehingga pemerintah menurut konsep berada di belakang kemudi kapal, sedangkan kapalnya dijalankan oleh organ-organ di luar pemerintah.
Dalam konsep NPS yang diajukan oleh Denhardt dan Denhardt nilai-nilai neoliberalisme NPM tidak hilang secara otomatis. Ketika pemerintah melayani masyarakat sebagai warga negara misalnya, aspek privatisasi bisa saja tetap berlangsung asalkan atas nama melayani kepentingan warga negara bukan pelanggan. Misalnya, sektor pendidikan dapat di privatisasi asalkan pelaksana pendidikan tetap melayani masyarakat sebagai warga negara bukan pelanggan.

3. Aplikasi NPS masih diragukan
Prinsip-prinsip NPS belum tentu bisa diaplikasikan pada semua tempat, situasi dan kondisi. Administrasi negara sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan (ideologi, politik, hukum, ekonomi, militer, sosial dan budaya), sehingga suatu paradigma yang sukses di suatu tempat belum tentu berhasil diterapkan pada tempat yang lain. Prinsip-prinsip NPS masih terlalu abstrak dan perlu dikonkritkan lagi. Prinsip dasar NPS barangkali bisaditerima semua pihak, namun bagaimana prinsip ini bisa diimplementasikan sangat bergantung pada aspek lingkungan.
Lagi pula, NPS terlalu mensimplifikasikan peran pemerintah pada aspek pelayanan publik. Padahal, urusan pemerintah tidak hanya berkaitan dengan bagaimana menyelenggarakan pelayanan publik, tetapi juga menyangkut bagaimana melakukan pembangunan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Di negara-negara maju seperti di Amerika Serikat, Inggris dan Selandia Baru yang tidak lagi berkutat pada upaya percepatan pembangunan (development acceleration) dan peningkatan pertumbuhan ekonomi karena negara-negara tersebut relatif sudah stabil, maka pelayanan publik menjadi program prioritas yang strategis. Namun, bagi negara-negara berkembang, pelayanan public bisa jadi belum menjadi agenda prioritas karena masih berupaya mengejar pertumbuhan dan meningkatkan pembangunan.














































BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
New Public Service berpandangan aparatur Negara bukan aktor utama dalam merumuskan apa yang menjadi kepentingan publik. Administrator public adalah aktor penting dalam system kepemerintahan yang lebih luas yang terdiri dari
warga Negara (citizen), kelompok, wakil rakyat, dan lembaga-lembaga lainnya. Paradigma NPS memandang penting keterlibatan banyak aktor dalam penyelenggaraan urusan publik. Dalam administrasi publik apa yang dimaksud dengan kepentingan publik dan bagaimana kepentingan publik diwujudkan tidak hanya tergantung pada lembaga negara. Kepentingan public harus dirumuskandan di implementasikan oleh semua aktor baik negara, bisnis, maupun masyarakat sipil. Pandangan semacam ini yang menjadikan paradigma NPS disebut juga sebagai paradigma Governance. Teori Governance berpandangan bahwa negara atau pemerintah di era global tidak lagi diyakini sebagai satu-satunya institusi atau aktor yang mampu secara efisien, ekonomis dan adil menyediakan berbagai bentuk pelayanan publik sehingga paradigma Governance memandang penting kemitraan (partnership) dan jaringan (networking) antar banyak stakeholders dalam penyelenggaraan urusan publik.

Prinsip-prinsip atau asumsi dasar The New Public Service
1.  Melayani Warga Negara, bukan customer (Serve Citizens, Not Customers)
 2. Mengutamakan Kepentingan Publik  (Seeks the Public Interest)
 3. Kewarganegaraan lebih berharga daripada Kewirausahaan (Value Citizenship over Entrepreneurship)
4. Berpikir Strategis, Bertindak Demokrati (Think Strategically, Act Democratically)
5.   Tahu kalau Akuntabilitas Bukan Hal Sederhana (Recognize thataccountability is not Simple).
6.   Melayani Ketimbang Mengarahkan(Serve Rather than Steer)















DAFTAR PUSAKA


New Public Service dalamhttp://aldimanfransius.blogspot.com/2010/02/new- public-service-janet-v-denhardt-and.html  (Diakses tanggal 14 Maret 2012)MEWUJUDKAN BIROKRASI YANG PRO-CITIZEN
(Review Paradigma New Public Service) Oleh Dra. Sri Yuliani, M.Si dalam Sriyulliani.staff.fisip.uns.ac.id/files/2011/08/NPS-Artikel-blog2.doc (Diaksestanggal 15 Maret 2012)
Pelayanan Publik dalam paradigma baru “The New Public Service” dalam http://chicha14.blogspot.com/2011/04/pelayanan-publik-dalam- paradigma-baru.html diposkan Jumat, 29 April 2011  (Diakses 15 Maret2012).





Posting Komentar

0 Komentar