Dalam pengamatan secara awam, kita melihat rel sebagai jalan untuk lewat kereta api yang terdiri atas sepasang batang rel berbahan besi baja yang disusun secara paralel dengan jarak yang konstan (tetap) antara kedua sisinya. Batang rel tersebut ditambat (dikatikan) pada bantalan yang disusun secara melintang terhadap batang rel dengan jarak yang rapat, untuk menjaga agar rel tidak bergeser atau renggang.
Sejarah Rel Kereta Api
Prinsip jalan rel telah berkembang sejak 2.000 tahun yang lalu. Waktu itu sarana transportasi untuk mengangkut penumpang dan barang masih sangat sederhana, yaitu dengan menggunakan kereta roda. Jalan yang dilewati masih berupa jalan tanah yang berdebu. Ketika jalan tanah tersebut diguyur hujan, kondisinya menjadi lembek dan kereta roda yang lewat meninggalkan bekas cekungan pada tanah. Setelah kering, cekungan tersebut mengeras, dan beberapa kereta roda yang lewat berikutnya juga melewati cekungan tersebut. Ternyata dengan mengikuti cekungan tersebut, kereta roda dapat berjalan dengan lebih terarah dan gampang, pengendara tinggal mengatur kecepatan kereta tanpa repot-repot lagi mengendalikan arah kereta roda. Kemudahan transportasi dengan prinsip jalur rel inilah, yang membuat jalur rel memiliki keunggulan tersendiri, sehingga terus berkembang hingga menjadi jalur rel KA yang kita kenal sekarang ini.
Prinsip Rel Kereta Api
Kereta api berjalan dengan roda besi, sehingga membutuhkan jalan khusus agar dapat berjalan dengan baik. Untuk itulah dibuat jalan rel KA dengan permukaan baja, sehingga roda baja KA beradu dengan jalan rel dari baja. Jalan baja ini memiliki karakteristik dan syarat-syarat khusus yang berbeda dengan jalan aspal, sehingga konstruksinya lebih rumit dan melibatkan banyak komponen. Jalan rel KA harus dibangun dengan kokoh, karena setiap rangkaian KA yang lewat memiliki beban yang berat, apalagi setiap harinya akan dilalui berulang kali oleh beberapa rangkaian KA. Oleh karena itu, konstruksi rel KA dibuat sebaik mungkin agar mampu menahan beban berat atau istilahnya Beban Gandar (Axle Load) dari rangkaian KA yang berjalan di atasnya, sehingga jalan baja ini dapat bertahan dalam waktu yang lama dan memungkinkan rangkaian KA dapat berjalan dengan cepat, aman dan nyaman.
Merujuk pada bagan di atas, pada dasarnya konstruksi jalan rel KA terdiri atas 2 bagian. Bagian bawah adalah Track Foundation atau Lapisan Landasan/Pondasi, dan bagian atas adalah Rail Track Structure atau Struktur Trek Rel.Prinsipnya, jalan rel KA harus dapat mentransfer tekanan yang diterimanya dengan baik yang berupa beban berat (axle load) dari rangkaian KA melintas. Dalam arti, jalan rel KA harus tetap kokoh ketika dilewati rangkaian KA, sehingga rangkaian KA dapat melintas dengan cepat, aman, dan nyaman. Roda-roda KA yang melintas akan memberikan tekanan berupa beban berat (axle load) ke permukaan trek rel. Oleh batang rel (rails) tekanan tersebut diteruskan ke bantalan (sleepers) yang ada dibawahnya. Lalu, dari bantalan akan diteruskan ke lapisan ballast dan sub-ballast di sekitarnya. Oleh lapisan ballast, tekanan dari bantalan ini akan disebar ke seluruh permukaan tanah disekitarnya, untuk mencegah amblesnya trek rel.
Konstruksi Rel Kereta Api
Prinsipnya, lapisan landasan (track foundation) ini dibuat untuk menjaga kestabilan trek rel saat rangkaian KA lewat. Sehingga trek rel tetap berada pada tempatnya, tidak bergoyang-goyang, tidak ambles ke dalam tanah, serta kuat menahan beban rangkaian KA yang lewat. Selain itu, lapisan landasan juga berfungsi untuk mentransfer beban berat (axle load) dari rangkaian KA untuk disebar ke permukaan bumi (pada gambar di atas adalah Subsoil/Natural Ground).
Lapisan landasan merupakan lapisan yang harus dipersiapkan terlebih dahulu sebelum membangun trek rel, sehingga posisinya berada di bawah trek rel dan berfungsi sebagai pondasi. Sebagaimana struktur pondasi pada suatu bangunan, lapisan landasan juga tersusun atas lapisan-lapisan material tanah dan bebatuan, diantaranya:
(1) Formation Layer
Formation layer merupakan perkerjaan pemadatan tanah sebagai pondasi trek rel KA. Formation layer ini dipersiapkan sebagai tempat ditaburkannya lapisan ballast. Lapisan ini berupa campuran tanah, pasir, dan lempung yang diatur tingkat kepadatan dan kelembapan airnya. Pada Negara-negara maju yang lintasan KA-nya sangat padat, ditambahkan lapisan Geotextile di bawah formation layer. Geotextile adalah material semacam kain yang bersifat permeable yang terbuat dari polipropilena atau polyester yang berguna untuk memperlancar drainase dari atas ke bawah (subgrade ke subsoil), dan sekaligus memperkuat formation layer.
(2) Sub-Ballast dan Ballast
Lapisan ini disebut pula sebagai Tack Bed, karena fungsinya sebagai tempat pembaringan trek rel KA. Lapisan Ballast merupakan suatu lapisan berupa batu-batu berukuran kecil yang ditaburkan di bawah trek rel, tepatnya di bawah, samping, dan sekitar bantalan rel (sleepers). Bahkan terkadang dijumpai bantalan rel yang “tenggelam” tertutup lapisan ballast, sehingga hanya terlihat batang relnya saja. Fungsi lapisan ballast adalah:
- Untuk meredam getaran trek rel saat rangkaian KA melintas,
- Menyebarkan axle load dari trek rel ke lapisan landasan di bawahnya, sehingga trek rel tidak ambles,
- Menjaga trek rel agar tetap berada di tempatnya,
- Sebagai lapisan yang mudah direlokasi untuk menyesuaikan dan meratakan ketinggian trek rel (Levelling),
- Memperlancar proses drainase air hujan,
- Mencegah tumbuhnya rumput yang dapat mengganggu drainase air hujan.
Ballast ditaburkan dalam dua tahap. Pertama saat sebelum perakitan trek rel, yakni ditaburkan diatas formation layer dan menjadi track bed atau “kasur” bagi bantalan rel, agar bantalan tidak bersentuhan langsung dengan lapisan tanah. Karena jika bantalan langsung bersentuhan dengan tanah (formation layer) bisa-bisa bantalan tersebut akan ambles, karena axle load yang diterima bantalan langsung menekan frontal ke bawah karena ketiadaan ballast untuk menyebarkan axle load. Kedua ketika trek rel selesai dirakit, untuk menambah ketinggian lapisan ballast hingga setinggi bantalan, mengisi rongga-rongga antarbantalan, dan di sekitar bantalan itu sendiri. Ballast juga ditabur disisi samping bantalan hingga jarak minimal 50 cm dengan kemiringan (slope) tertentu sehingga membentuk “bahu” ballast yang berfungsi menahan gerakan lateral dari trek rel.Pada kasus tertentu, sebelum ballast, ditaburkan terlebih dahulu lapisan sub-ballast, yang berupa batu kricak yang berukuran lebih kecil. Fungsinya untuk memperkuat lapisan ballast, meredam getaran saat rangkaian KA lewat, dan sekaligus menahan resapan air dari lapisan blanket dan subgrade di bawahnya agar tidak merembes ke lapisan ballast.
Ketebalan lapisan ballast minimal 150 mm hingga 500 mm, karena jika kurang dari 150 mm menyebabkan mesin pecok ballast (Plasser and Theurer Tamping Machine) justru akan menyentuh formation layer yang berupa tanah, sehingga bercampurlah ballast dengan tanah, yang akan mengurangi elastisitas ballast dalam menahan trek rel dan mengurangi kemampuan drainasenya.Secara periodik, dilakukan perawatan terhadap lapisan ballast dengan dibersihkan dari lumpur dan debu yang mengotorinya, dipecok, atau bahkan diganti dengan yang baru. Untuk itu, dilakukan perawatan dengan mesin khusus yang diproduksi oleh Plasser and Theurer Austria. Di Indonesia ada mesin pemecok ballast (Ballast Tamping Machine) untuk mengembalikan ballast yang telah bergeser ke tempatnya semula, sekaligus merapatkan lapisan ballast di bawah bantalan agar bantalan tidak bersinggungan langsung dengan tanah.
Intinya lapisan ballast harus (1) rapat, (2) bersih tidak bercampur tanah dan lumpur, (3) harus ada di bawah bantalan (karena kalau bantalan langsung bersinggungan dengan tanah, akan mengurangi kestabilan jalan rel KA), dan juga (4) elastis (elastis bukan dalam arti material ballastnya yang elastis, tetapi formasi/susunannya yang tidak kaku, dapat bergerak-gerak sedikit) sehingga dapat “mencengkeram” bantalan rel saat rangkaian KA lewat.
Komponen Penyusun Rel Kereta Api
Setelah lapisan landasan sebagai pondasi jalan rel KA selesai dibangun, tahap berikutnya adalah membangun trek rel KA. Perlu diketahui bahwa pada setiap komponen mempengaruhi kualitas rel KA itu sendiri. Gambar di bawah ini adalah skema konstruksi jalan rel KA beserta komponen-komponennya.
(1) Batangan Besi Baja
Batang rel terbuat dari besi ataupun baja bertekanan tinggi, dan juga mengandung karbon, mangan, dan silikon. Batang rel khusus dibuat agar dapat menahan beban berat (axle load) dari rangkaian KA yang berjalan di atasnya. Inilah komponen yang pertama kalinya menerima transfer berat (axle load) dari rangkaian KA yang lewat. Tiap potongan (segmen) batang rel memiliki panjang 20-25 m untuk rel modern, sedangkan untuk rel jadul panjangnya hanya 5-15 m tiap segmen. Batang rel dibedakan menjadi beberapa tipe berdasarkan berat batangan per meter panjangnya.
Di Indonesia dikenal 4 macam batang rel, yakni R25, R33, R42, dan R54. Misalkan, R25 berarti batang rel ini memiliki berat rata-rata 25 kilogram/meter. Makin besar “R”, makin tebal pula batang rel tersebut.Berikut ini daftar rel yang digunakan di Indonesia menggunakan standar UIC dengan Standar:
- Rel 25 yang berarti tiap 1 meter potongan rel beratnya adalah 25 kilogram (kg).
- Rel 33 yang berarti tiap 1 meter potongan rel beratnya adalah 33 kilogram (kg).
- Rel 41 yang berarti tiap 1 meter potongan rel beratnya adalah 41 kilogram (kg).
- Rel 42 yang berarti tiap 1 meter potongan rel beratnya adalah 42 kilogram (kg).
- Rel 50 yang berarti tiap 1 meter potongan rel beratnya adalah 50 kilogram (kg).
- Rel 54 yang berarti tiap 1 meter potongan rel beratnya adalah 54 kilogram (kg).
- Rel 60 yang berarti tiap 1 meter potongan rel beratnya adalah 60 kilogram (kg).
Tipe rel paling besar yang digunakan di Indonesia adalah UIC R54) yang digunakan untuk jalur KA yang lalu lintasnya padat, seperti lintas Jabodetabek dan lintas Trans Jawa. Tak ketinggalan lintas angkutan batubara di Sumsel-Lampung yang memiliki axle load paling tinggi di Indonesia.
(2) Bantalan Rel
Bantalan rel (sleepers) dipasang sebagai landasan dimana batang rel diletakkan dan ditambatkan. Fungsi bantalan yaitu:
- Meletakkan dan menambat batang rel,
- Menjaga kelebaran trek (track gauge, adalah ukuran lebar trek rel. Indonesia memiliki track gauge 1067 mm) agar selalu konstan, dengan kata lain agar batang rel tidak meregang atau menyempit,
- Menumpu batang rel agar tidak melengkung ke bawah saat dilewati rangkaian KA,
- Mentransfer axle load yang diterima dari batang rel dan plat landas untuk disebarkan ke lapisan batu ballast di bawahnya.
- Bantalan Kayu (Timber Sleepers), terbuat dari batang kayu asli maupun kayu campuran, yang dilapisi dengan creosote (minyak pelapis kayu) agar lebih awet dan tahan jamur
- Bantalan Plat Besi (Steel Sleepers), merupakan bantalan generasi kedua, lebih awet dari kayu. Bantalan besi tidak dipasang pada trek yang ter-eletrifikasi maupun pada trek yang menggunakan persinyalan elektrik
- Bantalan Beton Bertulang (Concrete Sleepers), merupakan bantalan modern saat ini, dan paling banyak digunakan karena lebih kuat, awet, murah, dan mampu menahan beban lebih besar daripada dua bantalan lainnya.
Perbandingan umur bantalan rel KA yang dipergunakan dalam keadaan normal dapat ditaksir sebagai berikut:
- Bantalan kayu yang tidak diawetkan: 3-15 tahun.
- Bantalan kayu yang diawetkan: 25-40 tahun.
- Bantalan besi baja: sekitar 45 tahun.
- Bantalan beton: diperkirakan 60 tahun.
(3) Plat Landas
Pada bantalan kayu maupun besi, di antara batang rel dengan bantalan dipasangi Tie Plate (plat landas), semacam plat tipis berbahan besi tempat diletakkannya batang rel sekaligus sebagai lubang tempat dipasangnya Penambat (Spike). Sedangkan pada bantalan beton, dipasangi Rubber Pad, sama seperti Tie Plate, tapi berbahan plastik atau karet dan fungsinya hanya sebagai landasan rel, sedangkan lubang/tempat dipasangnya penambat umumnya terpisah dari rubber pad karena telah melekat pada beton.
Fungsi plat landas selain sebagai tempat perletakan batang rel dan juga lubang penambat, juga untuk melindungi permukaan bantalan dari kerusakan karena tindihan batang rel, dan sekaligus untuk mentransfer axle load yang diterima dari rel di atasnya ke bantalan yang ada tepat di bawahnya.
(4) Penambat Rel
Fungsinya untuk menambat/mengaitkan batang rel dengan bantalan yang menjadi tumpuan batang rel tersebut, agar:
- Batang rel tetap menyatu pada bantalannya, dan
- Menjaga kelebaran trek (track gauge).
Penambat elastis dibuat untuk menghasilkan jalan rel KA yang berkualitas tinggi, yang biasanya digunakan pada jalan rel KA yang memiliki frekuensi dan axle load yang tinggi. Karena sifatnya yang elastis sehingga mampu mengabsorbsi getaran pada rel saat rangkaian KA melintas, oleh karena itu perjalan KA menjadi lebih nyaman dan dapat mengurangi resiko kerusakan pada rel maupun bantalannya. Selain itu penambat elastis juga dipakai pada rel yang disambungan dengan las termit (istilahnya Continuous Welded Rails, karena sambungan rel dilas sehingga tidak punya celah pemuaian) karena kemampuannya untuk menahan batang rel agar tidak bergerak secara horizontal saat pemuaian. Penambat elastis inilah yang sekarang banyak digunakan, terutama pada bantalan beton, meskipun ada juga yang digunakan pada bantalan kayu dan bantalan besi. Berbagai macam penambat elastis, antara lain:
- Penambat Pandrol E-Clip produksi Pandrol Inggris
- Penambat Pandrol Fastclip produksi Pandrol Inggris
- Penambat Kupu-kupu produksi Vossloh
- Penambat DE-Clip produksi PT. Pindad Bandung
- Penambat KA Clip produksi PT. Pindad Bandung.
(5) Plat Besi Penyambung
Merupakan plat besi dengan panjang sekitar 50-60 cm, yang berfungsi untuk menyambung dua segmen/potongan batang rel. Pada plat tersebut terdapat 4 atau 6 lubang untuk tempat skrup/baut (Bolt) penyambung serta mur-nya (Nut). Batang rel biasanya hanya memiliki panjang sekitar 20-25 meter tiap potongnya, sehingga perlu komponen penyambung berupa plat besi penyambung beserta bautnya. Pada setiap sambungan rel, terdapat celah pemuaian (Expansion Space), sehingga saat rangkaian KA lewat akan terdengar bunyi “jeg-jeg…jeg-jeg” dari bunyi roda KA yang melewati celah pemuaian tersebut.
Penyambungan rel menggunakan komponen-komponen di atas dikenal sebagai Metode Sambungan Tradisional (Conventional Jointed Rails). Sedangkan dewasa ini telah dikenal metode penyambungan rel dengan Las Termit, yang disebut dengan Continuous Welded Rails (CWR). Dengan metode CWR, tiap 2 sampai 4 potong batang rel dapat dilas menjadi satu rel yang panjang tanpa diberi celah pemuaian, sehingga tiap CWR memiliki panjang sekitar 40-100 m.
CWR biasanya diterapkan pada jalur dengan kecepatan laju KA yang tinggi, karena permukaan rel menjadi lebih rata dan halus sehingga rangkaian KA dapat lewat dengan lebih nyaman. Penerapan CWR juga mengurangi resiko rusaknya roda KA, karena roda KA akan “njeglong” atau “tersandung” saat melewati celah pemuaian. Lalu bagaimana dengan pemuaian batang rel? hal ini dapat disiasati dengan menggunakan penambat elastis yang mampu menahan gerakan pemuaian batang rel (gerakan mendatar dimana batang rel akan meregang saat panas dan menyusut saat dingin). Jika penambatnya berupa penambat kaku, bisa disiasati dengan memasang rail anchor.
(6) Rail Anchor
Satu lagi komponen trek rel KA yakni rail anchor (anti creep). Rail anchor digunakan pada rel yang disambung secara CWR. Fungsinya untuk menahan gerakan pemuaian batang rel, karena pada sambungan CWR tidak terdapat celah pemuaian.
Pada gambar di bawah, rail anchor dipasang di bawah permukaan batang rel tepat disamping bantalan agar dapat menahan gerakan pemuaian rel. Rail anchor tidak dipasang pada rel yang ditambat dengan penambat elastic, karena fungsinya sama seperti penambat elastis, yakni untuk mencegah gerakan pemuaian batang rel. Jadi, rail anchor dipasang bersama dengan penambat kaku pada bantalan kayu atau besi.
Video bisa dilihat di sini:
0 Komentar