Pondasi Batu Kali (Pondasi Staal)

Pondasi staal dipergunakan di atas tanah kuat/baik yang letaknya tidak dalam. Pada umumnya dari permukaan tanah sedalam 50 cm, terdapat tanah yang disebut tahan humus, yaitu lapisan tanah yang mengandung campuran bekas cabang-cabang kayu kecil-kecil, sampah, dan sebagainya. Diatas tanah semacam ini tidak dapat diletakkan pondasi karena ada kemungkinan pondasi akan turun akibat menjadi padatnya tanah humus yang diakibatkan muatan diatas tanah tersebut. Penurunan pondasi yang merata tidak menimbulkan kesulitan, karena apabila konstruksi bangunan gedung diatas pondasi dapat turun secara merata pula. Tetapi apabila penurunan pondasi tidak dapat merata, maka kerusakan-kerusakan akibat penurunan ini tidak dapat dihindarkan. Kerusakan-kerusakan tersebut misalnya berupa:
  1. pecah/retaknya tembok-tembok.
  2. pintu/jendela tidak dapat dibuka.
  3. atap berubah bentuk.
  4. dan lain-lain kerusakan.
Oleh karena itu lapisan tanah humus harus digali dan dibuang ke tempat lain. Perletakan dasar pondasi staal ditetapkan lebih dalam dari lapisan tanah humus (30 - 50 cm atau, lebih dalam) agar diperoleh kepastian tanah yang cukup kuat dan memenuhi syarat. Sehingga kedalaman rata-rata dari pondasi staal berkisar antara 80 - 100 cm dari permukaan tanah.

Dasar perhitungan pondasi staal adalah perlebaran/perluasan dasar pondasi terhadap tebal tembok dengan maksud agar supaya ada pembagian yang lebih merata dari gaya -gaya yang ditimbulkan muatan diatasnya pada tanah di tempat pondasi diletakkan pada tiap satuan luas dalam kg/cm2. Oleh karena itu pondasi staal merupakan pondasi ringan, artinya hanya mendukung muatan konstruksi bangunan gedung yang kurang berat, maka perlebaran/perluasan dasar pondasi dapat ditetapkan (2 ½ - 3) x tebal tembok. Walaupun demikian dalam menentukan ukuran luas dasar pondasi harus diperhitungkan muatan dari bangunan diatasnya.
Pondasi staal dapat dibuat dari pasangan batu merah, pasangan batu kali/alam dan beton tidak bertulang/bertulang atau gabungan.

Pondasi Pasangan Batu Kali Tembok 1/2 Batu

Pondasi Pasangan Batu Kali Tembok 1 Batu

Dalam penggambaran, untuk pasangan batu merah ½ batu diambil ukuran 15 cm, sedang untuk pasangan 1 batu diambil ukuran 30 cm. Lantai ditetapkan sebagai titik nol dan dipakai sebagai dasar ukuran dari keseluruhan bangunan. Di atas dan di bawah lantai setebal masing-masing 20 cm dari pasangan tembok dibuat pasangan kedap air yang disebut trasraam dengan campuran 1 pc : 2 pc. Maksud pasang trasraam adalah agar air dari bawah tanah dapat naik ke atas pasangan tembok. Persyaratan ini dalam praktek supaya diperhatikan. Di bawah lantai diberi lapisan pasir urug setebal 20 cm yang dipadatkan dengan maksud agar diperoleh permukaan yang rata dan cukup kuat.
Pondasi tidak diletakkan langsung diatas tanah dalam lubang pondasi, tetapi di atas tanah tersebut diberi lapisan pasir urug setebal 5 - 10 cm, dengan maksud agar diperoleh permukaan yang merata.
Ukuran lubang dasar galian pondasi dibuat lebih lebar 20 cm kiri - kanan lebar dasar pondasi agar orang dapat bekerja pada waktu mengerjakan pasangan pondasi. Galian lubang pondasi dibuat miring
(5 : 1) agar dinding tanah galian tidak mudah runtuh. Kemiringan galian tanah ini makin besar untuk tanah-tanah yang gembur/lembek. Trasraam dibawah lantai dapat pula diganti dengan beton bertulang
yang disebut : balok “sloof” yang dibuat dari beton bertulang dengan campuran 1 pc : 2 pc : 3 kr. Maksud penggunaan balok sloof selain sebagai pengganti trasraam dibawah lantai juga untuk meratakan
daya dukung dari pondasi terhadap muatan bangunan diatasnya serta penurunan pondasi mempengaruhi konstruksi bangunan diatasnya karena didukung oleh balok sloof.
Pasangan batu merah atau batu kali dapat pula seluruhnya diganti dengan beton tumbuk dengan campuran 1 ps : 3 ps : 5 kr. Prinsip konstruksinya sama dengan pasangan batu merah/batu kali. Konstruksi pondasi dengan beton tumbuk ini terutama digunakan untuk tanah basah/berair.
Selain dengan pasangan batu merah, batu kali dan beton tumbuk, pondasi staal dapat pula dibuat dari beton bertulang.
Pondasi staal beton bertulang digunakan apabila diperlukan dasar pondasi yang lebar/luas akibat muatan bangunan yang besar/berat diatas tanah yang kurang baik. Prinsip dari konstruksi beton bertulang adalah terdiri dari campuran/gabungan beton dan besi baja sedemikian rupa sehingga kedua macam bahan ini merupakan satu kesatuan yang dapat menahan muatan/gaya dari suatu konstruksi bangunan.
Beton bertugas menahan gaya tekan, sedang besi baja bertugas menahan gaya tarik. Untuk beton, umumnya digunakan campuran 1Pc : 2Ps : 3Kr, sedang besi baja menggunakan berbagai macam ukuran/diameter yang ukuran dan jumlahnya tergantung dari hasil perhitungan konstruksi. Pemasangan besi baja atau yang lazim disebut penulangan dibagi menjadi 2 jenis tulangan yaitu tulangan pokok dan tulangan pembagi. Tulangan pembagi pada umumnya diambil 20% dari tulangan pokok.
Bentuk sederhana dari pondasi staal beton bertulang adalah bentuk strook, yang juga disebut : strip fundation atau strip footing. Konstruksi bentuk strook akan membengkok/melengkung akibat muatan dari tembok dan juga reaksi tekanan dari tanah tempat strook diletakkan. Mula-mula reaksi tekanan tanah adalah merata, tetapi berhubung beban/muatan terberat ada ditengah-tengah maka reaksi tanah akan berubah. Mengingat bentuk bidang momen seperti tergambar, maka untuk bentuk strook perlu disesuaikan dengan pembagian muatan.
Untuk letak tanah kuat yang agak dalam, misalnya 1,50 m – 2,00 m dapat pula pondasi staal diletakkan diatas timbunan pasir. Cara ini dilaksanakan apabila diinginkan menghemat biaya dari pasangan pondasi staal. Timbunan pasir harus dipadatkan selapis demi selapis (setebal tiap 20 cm) dengan menggunakan alat penumbuk dan disiram air.

Pondasi Pasangan Batu Kali Menggunakan
Sloop Tembok ½ Batu


Pondasi Pasangan Batu Kali Di Atas Pondasi
Beton Menggunakan Sloop Tembok ½ Batu

Pemasangan Propil Pondasi Stall

Profil Pondasi potongan A - A



Posting Komentar

0 Komentar